Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Syarat Al-Jarh Wa At-Ta’Dil

Al-jarh wa at-Ta’dil, masing-masing mempunyai tingkatan-tingkatan lafal, para Koreksius hadis akan mengKoreksi dengan evaluasi yang tidak sama-beda. Sebagian Koreksius menilai adil dan sebagian mungkin akan menilai cacat, maka diharapkan teori-teori yang sanggup dijadikan syarat Jarh wa at-Ta’dil sebagai evaluasi suatu hadis.
Pertama: Ta’dil dilampaukan atas Jarh. Bila seorang periwayat dinilai terpuji oleh seorang Koreksius dan dinilai tercela oleh Koreksius lainnya, maka yang dipilih ialah Koreksian yang meliputi pujian. Hal ini disebabkan sifat dasar periwayat ialah terpuji, sedangkan sifat tercela ialah sifat yang hadir kemudian, kalau sifat dasar berlawanan dengan sifat yang hadir kemudian, maka yang harus dimenangkan ialah sifat dasarnya.
Kedua: Jarh dilampaukan atas Ta’dil. Bila seorang Koreksius hadis dinilai tercela oleh seorang Koreksius dan dinilai terpuji oleh Koreksius lainnya, maka yang dipilih ialah Koreksian yang meliputi celaan, dengan syarat a) pengKoreksi yang menyatakan celaan lebih paham terhadap langsung yang dicelanya; b) dasar untuk menguji ialah persangkaan baik dari langsung Koreksius hadis dan persangkaan baik itu harus dikalahkan kalau ternyata ada bukti wacana ketercelaan yang dimiliki oleh periwayat yang bersangkutan.
Ketiga: Apabila terjadi perperihalan antara Koreksian yang memuji dan yang mencela maka yang harus dimenangkan ialah Koreksian yang memuji, kecuali apabila Koreksian yang mencela disertai dengan klarifikasi wacana sebab-sebab lainnya.
Apabila sorang periwayat dipuji oleh seorang Koreksius tertentu, dan dicela oleh Koreksius lainnya, maka intinya yang harus dimenangkan ialah Koreksian yang memuji, kecuali Koreksian yang mencela disertai dengan klarifikasi wacana bukti-bukti ketercelaan periwayat yang bersangkutan, maka ketercelaan tersebut sanggup menang.
Keempat: Apabila Koreksius yang mengemukakan ketercelaan ialah orang yang tergolong dha’if, maka Koreksiannya terhadap orang tsiqah tidak diterima.
Kelima: Jarh tidak diterima kecuali sehabis diputuskan (diteliti secara cermat) dengan adanya kekhawatiran akan terjadinya kesamaan wacana orang yang dicelanya.
Keenam: Jarh dikemukakan oleh orang yang mengalami permusuhan dan dilema keduniawian tidak perlu diperhatikan. Apabila Koreksius yang mencela periwayat tertentu mempunyai perasaan yang bermusuhan dalam dilema keduniawian, maka Koreksian tersebut harus ditolak.
®
Kepustakan:
Fatchur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadis, (Bandung: al-Ma’arif, 1974). Munzier Saputra, Ilmu Hadis, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003). Hasbi As-Syidiqi, Pengantar Hukum Islam, (Semarang, Pustaka Rizki Putra, 1997). Hadi Mufa’at Ahmad, Dirasah Islamiyah, (Semarang, Sarana Aspirasi, 1994).